Halo aku lintang.....
“Mastury”
Gumuk As Nature Laboratory Berbasis
Edu-Wisata
Sebagai Alih Fungsi Eksploitasi Gumuk Di Jember
Guna Mewujudkan Akses Air Bersih
Oleh
:
Lintang Primaturrisma (181910601024) (Prodi Teknik Lingkungan)
Pendahuluan
Kegiatan penambangan hingga kini menjadi
masalah terkini yang harus diperhatikan. Penambangan dapat menyebabkan
kerusakan lingkungan dalam suatu kawasan atau wilayah. Dampak yang ditimbulkan
selain perubahan fisik lingkungan juga perubahan pola aliran air permukaan dan
air tanah. Eksploitasi ini menjadi inti kerusakan dari gumuk di Jember.
Kabupaten Jember merupakan daerah dengan sebutan Kota Seribu Gumuk atau seribu
bukit, diantaranya dari kecamatan Sumbersari, Patrang, Ambulu, Mayang dan
Kalisat. Jumlah gumuk di kecamatan kalisat cukup banyak diantaranya Gumuk
Baung, Gumuk Sari, Gumuk Merada, Gumuk Asih, Gumuk Kiailasah, Gumuk Tengu dan
lain-lain. Eksploitasi gumuk ini adalah cara yang ditempuh untuk mengatasi
permasalahan pemukiman penduduk yang setiap tahun meningkat. Berdasarkan tahun
2017, jumlah penduduk di Jember mencapai 2.430.185 jiwa, jumlah penduduk di
Jember diproyeksikan akan mencapai 2.440.714 jiwa pada tahun 2018
sedangkan tahun 2019, jumlah penduduk 2.450.668. Peningkatan penduduk tentu
berbanding lurus dengan kebutuhan lahan pemukiman
(Badan Pusat Statistik, 2018)
Upaya pemerintah Jember
dengan membuat undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Rencana Eksterior
Daerah Kabupaten Jember 2015-2035 tidak konsisten dengan
pelaksanaan penggunaan perbukitan, dengan dilakukan nya eksploitasi perbukitan
oleh masyarakat demi kepentingan ekonomi, namun disisi lain ekologi lingkungan akan mengalami degradasi
sehingga mengganggu stabilitas lingkungan. Berdasarkan data Buku Putih Sanitasi
Kab. Jember Tahun 2012, jumlah gumuk di Kabupaten Jember sebanyak 1.670 buah,
dalam lima tahun terakhir gumuk mengalami penurunan, 29 gumuk telah rata dengan
tanah (rusak) dan 27 gumuk dalam proses eksploitasi dari total 473 gumuk,
persentase 5 tahun terakhir terdapat 11 persen gumuk telah rusak. Gumuk yang dieksploitasi terutama di wilayah Kecamatan
Sumbersari (BPS, 2012).
Pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang tidak dilakukan sesuai dengan daya
dukungnya seperti eksploitasi gumuk dapat menimbulkan krisis air, energi dan
lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa hampir seluruh jenis sumberdaya
alam cenderung mengalami penurunan kualitas dan kuantitas nya dari waktu ke
waktu. Konsep jejak ekologi harus digunakan sebagai petunjuk menyusun
program Mastury ini karena jejak
ekologi dapat membantu pihak pemerintah atau yang terlibat mengatur masyarakat
dalam menjalankan aktivitas ekonominya seperti penambangan gumuk. Ekosistem memiliki
batasan dalam menopang seluruh aktivitas manusia sehingga jika kegiatan
penambangan dilakukan secara berlebihan maka dampak tersebut tidak dapat
dihindari.
Dampak tersebut mulai dirasakan
oleh masyarakat jember diantaranya, bulan Agustus tahun 2019 berkisar 21-27
derajat Celsius untuk area Jember. Curah Hujan 47-55 mm/jam dengan kategori
sedang-lebat dan kecepatan angin 4-22 m/s dengan kategori sedang-kencang. Oleh
karena itu, perlunya penanganan bagi gumuk yang sudah dieksploitasi dan
pencegahan bagi gumuk yang masih terjaga dari penambangan dengan Mastury (Gumuk As Nature Laboratory) berbasis edu-wisata sebagai alih fungsi
eksploitasi gumuk di jember guna mewujudkan akses air bersih. Strategi tersebut
menjadi solusi terbaik untuk meminimalisir eksploitasi gumuk karena dampak
eksploitasi tersebut akan semakin bertambah sebanding dengan peningkatan
jejak ekologis diatas biokapasitas nasional. Peningkatan tersebut tidak dapat
dihindari sekitar lima atau sepuluh tahun kedepan jika eksploitasi
tersebut dilakukan terus menerus dan tidak ada upaya dari masyarakat serta
pemerintah daerah untuk menghentikan.
Pembahasan
Menurut
literasi yang penulis baca dari sumber jurnal atau artikel, terjadinya
penambangan gumuk karena keberadaan gumuk-gumuk di Jember ini kurang dipahami
tentang fungsinya bagi kelangsungan hidup manusia. Masyarakat hanya memandang.
fungsi bukit dari segi ekonomi saja tanpa memandang fungsi dari sisi lainnya.
Mengingat fungsi gumuk sebagai penetralisir angin, sebagai bagian dari pasak
bumi yang menjaga keseimbangan alam, tempat menyimpan air dalam jumlah yang
besar sehingga tidak terjadi erosi maupun banjir dan kekeringan (Van Bemmelen,
1949).
Upaya
penanganan bagi gumuk yang sudah di eksploitasi adalah masalah akses air
bersih. Jumlah air tanah berkurang sehingga untuk mendapatkan akses air bersih
dapat dilakukan beberapa cara yaitu
a. Strategi penyediaan dan pengelolaan air bersih
menggunakan teknologi tepat guna misalnya menggunakan metode penjernihan air
menggunakan teknologi membran osmosis balik (RO), menggunakan metode filtrasi dan adsorpsi telah
dilakukan. Rancangan alat pengelolaan air siap minum menggunakan
kombinasi filtrasi-adsorpsi meliputi saringan pasir lambat (terdiri dari pasir
silika, arang aktif, ijuk, kapas, dan kerikil) membran selulosa, granula
karbon, karbon aktif, membran RO (reverse osmosis), dan lampu ultraviolet untuk
desinfikasi.
b. Sosialisasi
tentang pentingnya menjaga kelestarian alam dengan konservasi gumuk menjadi
laboratorium alam
c. Pemenuhan
dan Pemeliharaan sarana dan prasarana air bersih seperti disediakan kran umum,
sumur pompa, sumur gali, penampungan air hujan dan perlindungan mata air
d. Diadakan
penyuluhan dan motivasi untuk lebih meningkatkan peran serta masyarakat dalam
pengadaan air bersih sesuai dengan keadaan lingkungan dan tingkat sosial
ekonomi penduduk
Pencegahan eksploitasi gumuk yang
berlebihan tersebut perlu kerjasama yang baik diantara 3 pilar, yaitu
struktural, kultural, dan teknis. Pilar struktural menyangkut komitmen para
pengambil kebijakan, yaitu bupati, walikota, dan gubernur. Pilar kultural
menyangkut kekuatan berbagai elemen masyarakat yang telah terbangun kesadaran
dan komitmennya untuk advokatif terhadap pelestarian alam (tokoh agama, tokoh
masyarakat, dunia pendidikan, LSM, dan berbagai komunitas lainnya). Pilar
teknis menyangkut institusi teknis yang secara fungsional mengemban fungsi
pelayanan ekologi. Sumberdaya manusianya dituntut memiliki kapabilitas,
berdedikasi, dan peduli serta dilengkapi sarana dan prasarana yang memadai.
Penutup
Gumuk adalah salah satu kawasan
penghijauan dan konservasi tanah serta air. Gumuk menampung banyak air
dibuktikan dengan banyaknya sumber air mengalir sepanjang tahun di sekitar
lereng gumuk, jika gumuk rata dengan tanah maka kawasan konservasi air tersebut
akan musnah. Eksploitasi gumuk di Kabupaten Jember adalah masalah yang harus
segera di selesaikan karena dampak dari eklpoitasi sudah di rasakan oleh
masyarakat Jember seperti kekeringan air karena penurunan jumlah air tanah.
Upaya dilakukan yang pertama, pemanfaatan
perbukitan menjadi laboratorium alam atau sebagai tempat penelitian siswa
dengan menonjolkan keunikan bebatuan bekas galian dan memberikan berbagai
informasi tentang bebatuan disana. Kedua, dampak eksploitasi seperti
kekeringan akan dilakukan penyediaan air bersih melalui sarana dan prasarana
air bersih misalnya menyediakan penampungan air hujan dan pengolahan air sungai
menjadi air bersih yang terbebas dari bakteri. Penyuluhan tentang penting nya
penggunaan air bersih sangat penting dilakukan sebelum melaksanakan program
“Mastury” ini. Kerjasama warga sangat dibutuhkan dalam program “Mastury” Gumuk As Nature Laboratory Berbasis Edu-Wisata
Sebagai Ali Fungsi Eksploitasi Gumuk di Jember Guna Mewujudkan Akses Air Bersih.
DAFTAR
PUSTAKA
BPS.
2012. Buku Putih Sanitasi Kabupaten
Jember.
(Diakses
15 Desember 2019)
Badan
Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia. 2018. Kependudukan.
Bps.go.id.
(diakses padatanggal 15 Desember 2019).
Van
Bemmelen, R W. 1949. The Geology of
Indonesia. http://museum.geology.esdm.go.id/tokoh-geologi/r-w-van-bemmelen
(Diakses 15 Desember 2019)
Komentar
Posting Komentar